‘Deepfake’ begitu banyak di internet: bagaimana strategi bedakan fakta dari fiksi ciptaan AI

Pembuatan gambar atau video, termasuk elemen audio, dengan perangkat komputer yang dikenal dengan teknologi media sintetis (media tiruan) dalam perfilman, telah lama menjadi komponen inti dalam menciptakan dunia sinematografi yang menawan. Kita bisa melihat hasilnya dalam film-film terkenal termasuk seri Avatar dan Jurassic Park. Teknologi ini bukan fenomena baru. Sejak debutnya dalam film “Vertigo” pada 1958, media sintetis telah berkembang signifikan. Ini terbukti dengan penerapannya secara penuh dalam “Toy Story” pada 1995. Penerapan media sintetis di dunia perfilman tidak berbahaya. Ketika ditujukan untuk audiens dengan usia yang tepat dan hiburan, media ini menambah dimensi baru pada pengalaman menonton film. Namun, kini, dengan kemajuan algoritme AI generatif, kemampuan untuk menghasilkan media sintetis tidak lagi dimonopoli oleh profesional film dan pengeditan video. Orang awam pun bisa mengakses teknologi ini untuk menghasilkan konten yang kompleks dengan cepat, mudah, dan berbiaya murah. Salah satu masalahnya adalah media sintetis versi AI yang disalahgunakan bisa menimbulkan konsekuensi serius. Misalnya, ketika digunakan untuk menciptakan “deepfake,” yaitu konten media sintetis yang dibuat dengan tujuan menyesatkan atau melakukan kejahatan. Kita perlu meningkatkan kapasitas dan regulasi untuk mengurangi dampak negatif ini. Dampak negatif deepfake Baca artikel lengkapnya di situs The Conversation